Jurnalisme Empati Yang Terbaikan Dalam Sebuah Peristiwa

0
1928
wira prakasa nurdia

Jurnalisme Empati Yang Terbaikan Dalam Sebuah Peristiwa
Oleh : Wira Prakasa Nurdia
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

wira prakasa nurdia
Wira Prakasa Nurdia

Kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 yang jatuh di perairan Selat Karimata beberapa waktu lalu menjadi isu yang ‘Sexy’ bagi media.Tak jarang pewarta mengaitkan pilot atau penumpang dengan sebuah kisah yang dramatis.Seperti halnya status para korban di akun media sosial yang seolah-olah mengisyaratkan kepergian sesorang yang ditambah dengan setingan bumbu-bumbu pelengkap pemberitaan.

Tapi rupanya bumbu telah mengalahkan menu.Pemberitaan yang diharapkan khalayak, jauh dari kata memuaskan.Esensi pemberitaan yang seharusnya mengedepankan informasi (Dalam kasus ini) yang telah diverivikasi,baik dari maskapai yang bersangkutan dan dari pihak resmi otoritas bandara,bukan berita simpang siur yang tak jelas sumbernya.

Selain itu ,dalam jurnalisme bencana,yang paling penting adalah pewarta harus mampu memberitakan setiap bencana dengan perspektif mitigasi bencana,bukan mengeksploitasi kepedian bagi para keluarga korban yang tertimpa musibah.Bagaimana media memberi perspektif terhadap masyarakat untuk bersiaga,itulah yang harus menjadi dasar pijakan bagi pewarta dalam meliput satu kejadian bencana,ketimbang hanya mengedepankan prinsip dasar media (Bad news is god news),dimana kecelalakaan yang sudah ditetapkan sebagai bencana nasional ini telah diperalat oleh media untuk hanya mengejar ratting dan mendulang rupiah.

Disisi lain,dalam meliput satu kejadian yang sifatnya kecelakaan,pewarta juga harus mengedapankan prinsip jurnalisme Empati dalam pembingkaian berita (Framing).Pembingkaian ( framing ) adalah upaya untuk melakukan konstruksi realitas dengan cara memberi penonjolan terhadap substansi – substansi persoalan dan esensi dari berbagai peristiwa yang diberitakan. ( Arifin, 2010 ) . Penonjolan tersebut disertai dengan motif dan kepentingan tertentu dari pewarta atau pemimpin redaksi sesuai dengan politik redaksi serta visi dan misi serta kerangka acuan yang sudah ditetapkan. Tujuan pembingkaian ini dapat bersifat politik atau bersifat ekonomi.

Salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam pembingkaian (framing)adalah pewarta dan pemimpin redaksi. Namun pewarta dianggap sebagai ujung tombak dalam mencari, menyusun dan menyiarkan berita. Pewarta berperan penting dalam membingkai berita, apakah berita dibuat untuk tujuan baik atau buruk. Berkaitan dengan jurnalisme empati, selayaknya pewarta berperan untuk membuat pembingkaian agar kahalayak terbentuk empatinya terhadap masalah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Pewarta berfungsi sebagai gatekeeper yang menentukan baik dan buruknya sebuah berita.

Pewarta sebagai pelaku media dalam membuat dan menyusun berita, diharapkan dapat memahami potensi mereka sebagai pembingkai berita. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk menyebarluaskan nilai-nilai, kebijakan, dan lain sebagainya ke tengah khalayak, agar mereka paham , mengerti, dan mau melakukan nilai-nilai, kebijakan, tersebut.Jangan sampai dengan pemberitaan mereka yang ‘membabi buta’ dalam meliput sebuah peristiwa, malah justeru membuat keluarga korban yang tertimpa musibah semakin terpukul psikologisnya.