BPS Diduga Tidak Netral Dalam Membahas KHL

0
1101
Ketua DPC SP Kahutindo Tarakan Johnly Tertunduk Lesu Melihat Ketidak Netralan BPS Dalam Menghitung KHL (run)
 Ketua DPC SP Kahutindo Tarakan Johnly Tertunduk Lesu Melihat Ketidak Netralan BPS Dalam Menghitung KHL (run)
Ketua DPC SP Kahutindo Tarakan Johnly Tertunduk Lesu Melihat Ketidak Netralan BPS Dalam Menghitung KHL (run)

MBNews, Tarakan – Perwakilan Serikat pekerja mencurigai Badan Pusat Statistik (BPS) Tarakan, tidak netral dalam melakukan pengkajian hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang nantinya menjadi acuan Upah Minimum Kota (UMK) Tarakan 2015. Kecurigaan adanya aroma ditungganinya BPS untuk segelintir kepentingan dalam menyetir angka KHL ini, dirasakan perwakilan buruh, saat melakukan pembahasan hasil survey tambahan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker), rabu (12/11/2014).

Ketua DPC Serikat Pekerja Perkayuan Hutan Indonesia (SP Kahutindo) Johnly mengatakan, Setelah sempat beberapa kali melakukan survey kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan oleh tim survey, nampaknya belum membuahkan hasil kesepahaman antara perwakilan buruh dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada saat pembahasan yang berlangsung alot dimulai pukul 14.00 hingga 17.30 wita, serikat pekerja kayu hutan (SP.Kahut), Serikat Pekerja Perkayuan Hutan Indonesia (SP.Kahutindo), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), serta BPS Pembahasan hasil survei KHL tambahan belum menemui titik terang. Ketidak sepahaman antara perwakilan serikat pekerja dengan BPS dikarenakan persoalan ada item yang tidak sesuai dengan perhitungan yang dilakukan pada saat survey.

“Yang menjadi perdebatan sengit adalah Item rumah sewa, dari hasil survey yang dilakukan Biaya untuk rumah sewa perbulan dikisaran Rp 500.000 – Rp 600.000, sedangkan BPS menentukan untuk rumah sewa sebesar Rp 450.000/bulan. Hasil BPS bertentangan dengan peraturan Menteri No 13 Tahun 2013.” Terang Johnly.

Ditegaskannya, dengan adanya ketidak sepaham tersebut patut diduga BPS sedang diintervensi oleh pihak luar, bahkan yang lucunya menurut Johnly, BPS menggunakan data tahun 2011 untuk item sewa rumah tersebut.

“Padahal pada saat survey, perwakilan BPS ikut menyaksikan harga rumah saat ini, dan lucunya pada saat pembahasan perwakilan BPS tersebut tidak membantu buruh dalam mempertahankan pendapat dari hasil survey yang dilakukan, ada apa ini ?.” Ucapnya dengan sedikit geram.

Meski demikian, Johnly berharap pada saat pembahasan hasil survey tersebut kedudukan BPS bisa dalam posisi netral yakni berbicara sesuai fakta yang terjadi pada saat survey sudah dilaksanakan.

“Karena dianggap tidak netral, kami (buruh,red) akan mencari siapa pihak yang mengintervensi BPS, serta untuk kepentingan apa?.” Ungkap Johnly

Perlu diketahui, adapun perjalanan UMK Tarakan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir yakni tahun 2009 sebesar Rp 965.000, Tahun 2010 ; Rp 1.005.000, Tahun 2011 ; Rp 1.110.000, Tahun 2012 ; Rp 1.262.290, Tahun 2013 ; Rp 1.987.330, Tahun 2014 ; Rp 2.320.645, dan untuk tahun 2015 masih dalam pembahasan. (mad/run)