Marhaban Ya Inflasi

0
977
Hamid Amren
Hamid Amren

MBnews, Opini – Marhaban ya Ramadhan, ungkapan yang lazim dikenal ketika kita menyambut kedatangan bulan mulia, bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan yaitu bulan Ramadha. Tapi taukah kita setiap datangnya bulan selalu diikuti oleh penumpang gelap “hantu” yang bernama inflasi. Inflasi (kenaikan harga barang dan jasa secara umum) adalah perilaku kita. Perilaku masyarakat dalam melakukan konsumsi barang dan jasa, kadang ekspektasi demand melampaui kebutuhan sesungguhnya yang diperlukan. Kejutan permintaan sangat menentukan kenaikan harga barang dan jasa, karena hal demikian sudah menjadi kebiasaan masyarakat, maka haruskah kita juga mengucapkan marhaban ya inflasi.

Islam mewajibkan umatnya berpuasa di bulan ramadahan, agar umatnya menjadi orang-orang yang bertaqwa. Kenapa harus bertaqwa, karena syurga hanya diperuntukkan bagi orang bertaqwa saja. Dan salah satu ciri orang bertaqwa adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu, termasuk hawa nafsu makan dan minum serta hawa nafsu menkonsumsikan barang dan jasa secera berlebihan.

Barang kali ini sebuah paradok umat, dengan puasa kita diperintahkan menahan diri dari makan dan minum. Sementara yang terjadi justeru kita melakukan pengeluaran untuk konsumsi melampaui kebiasaan pengelauaran dibulan yang lain. Belanja rumah tangga dipastikan membengkak. Stock makan untuk berbuka melebihi kapasitas, kadang sebagian (banyak) dari kita hanya memindahkan jatah makan siang untuk dirapel dimalam hari. Saya tidak tahu mudah-mudahan kita tidak keliru memaknainya berkah ramadhan, rejeki bertambah, pengeluaran bertambah, wallahu a`lam.

Hukum ekonomi, jika permintaan meningkat sementara pasokan barang dan jasa tetap apalagi terbatas maka harga akan naik. Disinilah letak pangkal masalahnya kita bersama. Pasar seringkali ditentukan bukan hanya oleh kebutuhan konsumen tetapi juga oleh ekspektasi permintaan. Dan konsumen kadangi tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kultur dan strategi pasar. Dengan kata lain pengeluaran konsumen kadang tidak disebabkan oleh kebutuhan saja, tetapi juga oleh keinginan yang tidak terbatas.

Dampak phisikologis konsumen ini sering dimanfaatkan pedagang. Dengan tim marketing yang piawai mampu menarik konsumen untuk melakukan pengeluaran yang sesungguhnya barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan. Memang tak bisa disalahkan. Karena wants atau keinginan manusia dalam teori ekonomi disebutkan tidak terbatas sedangkan sumber-sumber yang tersedia terbatas dan langka.

Dan setiap ramadahan maupun hari besar lainnya kita selalu melakukan peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi tentu tidak salah tetapi yang penting bagaimana pengeluaran sesuai dengan kebutuhan saja. Jika tidak, maka akan selalu terjebak dalam perangkap kenaikan harga (inflasi).

Inflasi perlu dipahami oleh semua pihak, tidak terbatas kepada eksekutif, legislatif dan pelaku ekonomi saja. Inflasi menyangkut kehidupan setiap orang. Dan inflasi yang sangat tinggi atau hyper inflation berbahaya bagi kestabilan masyarakat. Ada ahli yang mengatakan, inflasi merupakan pencuri uang dijaman modern, bahkan inflasi bagaikan parasit yang menggerogoti pendapatan setiap orang tanpa disadarinya. Karena itu inflasi harus menjadi perhatian serius semua pihak.

Langkah-langkah pengendalian inflasi dapat dilakukan antara lain menjaga ketersediaan stock bahan kebutuhan masyarakat, mengamankan mata rantai jalur distribusi yang lancar/ketersediaan infra struktur, membangun sentra-sentra ekonomi baru sebagai penyangga stabilitas harga, melakukan pengawasan yang ketat terhadap pelaku usaha yang berperilaku kartel, monopoli dan spekulan, pemberian kredit kepada sektor produktif bukan konsumtif, menciptakan iklim usaha yang kondusif, menjaga kestabilan politik dan kehati-hatian perjabat berwenang dalam membuat statement berkaitan kebijakan ekonomi, kesadaran masyarakat dalam melakukan konsumsi barang dan jasa serta keterpaduan sistem.

Penting dipahami adalah dampak inflasi. Inflasi dapat menyebabkan menurunkan daya beli masyarakat dan menambah jumlah kemiskinan, terjadinya kelesuan ekonomi, berkurangnya pendapatan pelaku usaha, berpotensi berkurangnya penerimaan pemerintah dari sektor pajak, terjadi kerawanan sosial dan inflasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan instabilitas politik. Pergantian pemerintahan orde lama ke orde baru dan dari orde baru ke reformasi, inflasi salah satu faktor pemicu yang dominan bahkan pergantian regim harus berakhir dengan keterpurukan bangsa. (***)

Hamid Amren, Pemerhati Ekonomi