70 Persen Perusahaan Berikan Upah Dibawah Standar UMK

0
1062
Ilustrasi (inilah.com)
Ilustrasi (inilah.com)
Ilustrasi (inilah.com)

MBNews, Tarakan – Serikat Pekerja Perkayuan Hutan Indonesia (SP Kahutindo) Tarakan mencatat, terdapat tujuh puluh persen perusahaan tidak menerapkan penggajian berdasarkan Upah Minimum Kota (UMK) 2014. Ketua DPC Serikat Pekerja Perkayuan Indonesia (Kahutindo) Jhonly Tarakan menjelaskan, jika UMK yang di terima buruh sudah saatnya di naikan. Menurutnya, masih ada beberapa perusahaan yang tidak menerapkan sistem penggajian berdasarkan UMK.

“Masih banyak perusahan yang belum menerapkan UMK di Tarakan. Prosentasenya sekitar tujuh puluh persen perusahaan,” kata Jhonly saat akan meninggalkan kantor Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan (Dinsosnaker), Senin (17/11/2014).

Selain itu Jhonly membeberkan, jika tujuh puluh persen perusahaan yang tidak menerapkan sistem UMK 2014 terdiri dari bidang pertokoam, perhotelan, jasa pembantu rumah tangga ditambah dengan pegawai honorer yang ada di lingkup pemerintahan.

“Beberapa toko, hotel dan jasa pembantu rumah tangga masih belum menerapkan UMK. Bahkan instansi pemerintahan pun tidak ada yang menerapkan UMK untuk tenaga honornya,” keluh Jhonly.

Jhonly menambahkan, beberapa perusahaan yang belum menerapkan sistem UMK disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan (Dinsosnaker) dalam mengawasi dan menindak pelaku usaha yang tidak menggaji karyawannya berdasarkan UMK. Bahkan menurutnya, penerapan UMK yang dilakukan oleh perusahaan terkesan akal-akalan. Harusnya gaji pokok yang diberikan oleh pengusaha atau perusahaan kepada pekerja sesuai UMK.

“UMK 2014 yang seharusnya kami terima lebih dari Rp 2.320.645. Bukan ditambahkan dengan uang makan, uang bensin dan lainnya, sehingga gaji pokok yang dibawah UMK seolah sudah sesuai UMK,” keluh Jhonly.

Selain itu, Jhonly juga mengeluhkan hasil survei KHL yang memberatkan kepada karyawan lajang. Padahal kata Jhonly hampir tujuh puluh persen karyawan perusahaan sudah memiliki keluarga.

“Kenapa penentuan nilai KHL harus di dasarkan kepada buruh yang masih belum berkeluarga ?. Padahal hampir semua buruh atau karyawan perusahaan sudah berkeluarga. Jelas ada perbedaan antara keduanya, jangan disamakan,” keluh Jhonly.

Jhonly berharap pemerintah memikirkan hal tersebut dan segera menindaklanjutinya. Menurutnya, pengeluaran dari keduanya pasti memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Sehingga harus menjadi rekomendasi perusahaan untuk segera membedakannya.

“Pengeluaran karyawan perusahaan yang belum berkeluarga dan yang sudah pasti berbeda. Kami juga akan memberikan rekomendasi kepada dinas terkait agar ini segera ditindaklanjuti,” harap Jhonly.

Pemerintah Mengakui.

Asisten III Bidang Kesejahteraan Rakyat Pemkot Tarakan Dra.Hj.Maryam mengakui jika masih banyak perusahaan yang tidak menerapkan UMK. Menurutnya, hal tersebut harus disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan.

“Harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang ada,” singkat Hj. Maryam.

Dikatakan, jika pihaknya akan melakukan koordinasi dengan beberapa perusahaan perihal yang berkaitan dengan penerapan system UMK. Artinya harus ada ketentuan khusus untuk memberikan kebijakan terhadap perusahaan yang notabenenya tidak mampu menerapkan system UMK.

“Tidak bisa dipungkiri ada perusahaan yang mampu menerapkan UMK dan ada yang tidak mampu. Sehingga harus ada ketentuan khusus yang mengatur mekanisme tersebut,” ucap Hj. Maryam.

Selain itu, dirinya akan melakukan evaluasi secara terus menerus dengan melihat kondisi perusahaan dan beberapa jenis usaha lainnya.

“Kami akan mengevaluasi semua perusahaan yang ada, karena untuk memberikan sanksi kepada mereka harus melalui beberapa tahapan terlebih dahulu. Tahapan awalnya adalah dengan mengevaluasinya,” Tegas Maryam. (dam/run)