Anak TKI Mendominasi Warga Buta Huruf di Tarakan

0
777
Ilustrasi
Ilustrasi
Ilustrasi

MBNews, Tarakan – Persoalan menuntaskan angka buta aksara (buta huruf) atau warga yang tidak bisa membaca dan menulis, memang merupakan pekerjaan rumah Dinas Pendidikan (Disdik), seperti halnya kota Tarakan angka buta aksara diperdiksi cukup rendah jika dibandingkan dengan warga yang melek aksara.

Kepada merahbirunews.com, Kepala Disdik Tarakan H.M.Ilham Noor mengatakan, dari jumlah penduduk kota Tarakan saat ini 231.741 Jiwa, warga yang belum bisa baca tulis diprediksi sekitar 2 Persen dari jumlah penduduk tersebut.

“Angka Buta akasara (Buta Huruf) sangat kecil, Persentase dari jumlah penduduk hanya sekitar 2 persen, redahnya angka buta huruf tersebut dikarenakan aktifnya peranserta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)” Ungkap Ilham Noor, Selasa ( 7/04/2015).

Lanjut Ilham, berdasaran data yang dimiliki Disdik Tarakan dan pada saat dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), kebanyakan warga yang belum melek aksara tersebut, merupakan anak dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dideportas dari Malaysia dan menetap di Tarakan. Hal tersebut sangatlah wajar menurutnya, sebab semasa bekerja di Negeri Jiran kebanyakan anak TKI sedikit yang mengenyam bangku pendidikan.

“Mayoritas yang buta huruf merupakan TKI yang dideportasi dari Malaysia, Karena memang setau saya mengunjungi mereka, ada 6 ribu anak indonesia yang tidak sekolah di Malaysia, hal tersebut cukup wajar karena lembaga pendidikan Indonesia di Malaysia minim keberadaannya.” Bebernya.

Ilham mencontohkan, saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) banyak ditemukan anak TKI yang didepotasi masuk mendaftar keSekolah Dasar (SD) dengan usia rata-rata diatas 9 Tahun. Hal tersebut semakin ironis jika anak para TKI tersebut ada yang tidak bersekolah dan lebih memilih bekerja membantu orang tuanya.

“Bahkan pada saat PPDB ada kita temukan anak TKI masuk SD berumur 9 tahun dan ini sudah usia lewat, Kasian dia dengan postur tubuh besar harus sekolah di SD.”

Ketika ditanya apakah ada selain anak dari TKI yang buta huruf ?, dengan lugas Mantan Kepala Disdukcapil ini menjawab, untuk warga Tarakan yang buta huruf tidak ditemukan warga pendatang lainnya maupun penduduk asli Tarakan.

“Ada 3 jenis penduduk ditarakan yaknipenduduk asli, penduduk pendatang yang mencari kerja, dan pendatang dari deportasi dari Malaysia. Untuk pendatang yang mencari kerja mayoritas tidak ada yang buta huruf, begitu juga dengan penduduk asli Tarakan.” Jelas Seketaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tarakan ini.

Bahkan untuk mengupdate (memperbaharui,red) data angka melek aksara di kota penghasil minyak ini, selaku kepala Disdik Tarakan Ilham merencanakan akan melakukan pendataan warga buta huruf. Dalam pendataan tersebut nantinya melibatkan lintas instansi seperti kelurahan dan Disdukcapil, PKBM dan Ketua Rukun Tetangga (RT).

“Untuk menanggulangi buta huruf, Disdik akan mengupdate data buta aksara tersebut dengan melibatkan PKBM, RT, Kelurahan dan Disdukcapil untuk bekerjasama mendata, mensosialsisasikan serta mencari warga yang buta aksara, sedangkan anggaran yang dibutuhkan dalam mengupdate data terbaru angka buta aksara diprediksi mencapai Rp. 50 Juta.” Jelasnya.

Ilham menambahkan, adapun kesulitan yang nantinya dihadapi pada saat pendataan warga buta huruf yakni ,kebanyakan masyarakat yang belum bisa baca dan tulis tempatnya berpindah pidah (tidak menetap,red), dan biasanya mereka berada dipelosok atau pinggiran kota Tarakan. Bahkan ada yang bekerja dipertambakan dan membantu pembudidaya rumput laut. (run)