Lemah Pengawasan, Kepala Daerah Dipilih DPRD Rawan Money Politik

0
1180
Yahya Ahmad Zein S.H.M.H. (doc)
Yahya Ahmad Zein S.H.M.H. (doc)
Yahya Ahmad Zein S.H.M.H. (doc)
Yahya Ahmad Zein S.H.M.H. (doc)

MBNews, Tarakan – Ditengah hiruk-pikuknya pro krontra terhadap Rancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), yang saat ini tengah digodok oleh Pemerintah Pusat dengan DPR RI, mejadi pusat perhatian seluruh masyarakat Indonesia.

Melihat hal tersebut Dosen Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan Yahya Ahmad Zein,SH.,M.H menilai, jika mengacu kepada Konstitusi Republik Indonesia Yakni Undang-Undang Dasar 1945 Bab IV pasal 18 ayat 4 yang menyebutkan Gubernur, Bupati, dan Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang dipilih secara demokratis. Melihat kata demokratis tersebut bisa dipilih secara langsung oleh Rakyat dan bisa dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengingaat DPRD merupakan implementasi dari wakil-wakil rakyat.

“Baik dipilih langsung maupun oleh DPRD konstitusi sudah menyebutkannya.” Jelas Yahya Ahmad Zein, Sabtu (13/09/2014).

Namun menurut Yahya, yang paling rasional dan sesuai dengan prinsip ketatanegararaan, sebaiknya yang dipilih oleh DPRD hanya Gubernur, hal ini dikarenakan Gubernur merupakan perpanjangan tangan pusat didaerah, sehingga kalau Gubernur dipilih oleh DPRD tidak jadi persoalan.

“Idealnya cukup Gubernur yang dipilih DPRD, sebab Pemilihan Gubernur cakupannya sangat luas, sehingga jika dipilih secara langsung oleh rakyat bisa membebankan anggaran yang cukup besar dalam sebuah pesta demokrasi. Semantara kalau untuk pemilihan Walikota maupun Bupati sebaiknya dilakukan secara langsung, karena calon Bupati dan Walikota dekat dengan masyarakat.” Ungkap Yahya.

Dari 2 sistem pemilihan ini, kesemuanya punya kelebihan dan kekurangan, untuk kelebihan mekanisme pemilihan yang dilakukan oleh DPRD mampu meminimalisir anggaran Pilkada didaerah. Namun kelemahan sistem pemilihan yang dilakukan oleh anggota dewan, yakni jika tidak ada kontrol dari masyarakat terhadap anggota dewan yang memilih, dikhawatirkan terjadi money politik (politik uang).

“Harus dibangun kontrol terhadap anggota DPRD yang memilih Kepala Daerah, jangan sampai money politik berpindah, yang awalnya menggunakan pemilu langsung masyarakat menerima uang, pada saat DPRD memilih anggota dewan yang menerimanya, mengkondisikan anggota dewan sedikit lebih mudah karena jumlahnya bisa dihitung.” Tegas Penulis beberapa buku hukum ini. (RUN)