Majelis Ulama Indonesia Tarakan Pastikan PP Nomor 61 Tahun 2014 Rawan Praktek Legalisasi Aborsi

0
870
Syamsi Sarman, S.Pd
Syamsi Sarman, S.Pd (RUN)

MBNews, Tarakan – Wakil Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tarakan Syamsi Sarman, S.Pd meyakinkan, lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi yang merupakan hasil penjabaran Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, rawan disalahgunakan dalam implementasinya.  Khususnya pada bab IV Indikasi Kedaruratan medis dan pemerkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi yang dipertegas pasal 31 ayat 1 (b) yang menyatakan Kehamilan akibat pemerkosaan.

Pada pasal 1 (b) tersebut jika tidak dikawal maka hal yang terjadi menurut Syamsi Sarman, akan membuka celah orang melakukan praktek legalisasi Aborsi mengatas namakan pemerkosaan.

“Tarakan ini sangat rawan terhadap persoalan penyimpangan sex, sehingga jangan sampai pada saat terjadinya hubungan yang dilakukan atas dasar suka sama suka, lantas orang tua atau keluarga salah satu pasangan tidak setuju, maka aborsi dilakukan dengan dalil pemerkosaan, dan hal ini yang harus kita cegah aborsi mengatasnamakan undang undang.” Kata Syamsi Sarman.

Syamsi mengakui, sampai saat ini MUI Pusat belum pernah mengatakan setuju atas PP yang diterbitkan pemerintah tersebut, walaupun MUI telah menetapkan fatwa tentang aborsi namun isinya berbeda dengan maklumat yang terkandung didalam PP Nomor 61 Tahun 2014.

“Pada dasarnya Aborsi haram dilakukan, namun ada fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Pusat yang memperbolehkan fatwa asal sesuai dengan ketentuan yakni karena faktor medis dan kedaruratan, buka karena faktor pemerkosaan.” Tegasnya.

Oleh karenanya MUI sampai saat ini masih meminta adanya aturan khusus yang lebih teknis untuk mengamankan implementasi pasal 1 (b) aborsi dapat dilakukan pada korban pemerkosaan, jika tidak ada aturan khusus yang mengawal pasal ini dikhawatirkan praktek aborsi menjadi tumbuh subur di Indonesia maupun Tarakan. (RUN/HFA)