MBNews, Tarakan – Lahirnya pro-kontra terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, yang disalah satu klausul pasalnya melegalkan tindakkan aborsi, bukan bertujuan untuk menyuburkan tidakan aborsi di Indonesia. Justru lahirnya PP Nomor 61 Tahun 2014 bertujuan agar mengurangi angka kematian ibu dan anak yang disebabkan oleh praktek aborsi Ilegal tanpa prosedur kesehatan.
Hal itu diungkapkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nafsiah Mboi, S.PA, MPH, disela kunjungannya melihar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, (selasa, 26/08/2014)
“Tindakan Aborsi itu pada dasarnya tetap dilarang, namun PP NO.16 Tahun 2014 merupakan amanah dari Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, didalam PP ini mengatur mekanisme aborsi yang dibenarkan oleh Undang-Undang.” Kata Nafsiah Mboi
Nafsiah Mboi mengakui, tingkat aborsi ilegal di Indonesia cukup tinggi, sehingga harus ada aturan yang mengaturnya agar aborsi tidak dilakukan sembarangan. Oleh karenanya menurut Nafsiah didalam salah satu klausul pasal PP Nomor 61 Tahun 2014 sudah cukup jelas yakni mengatur soal aborsi dengan indikasi kedaruratan medis, atau aborsi pada korban pemerkosaan.
“Pasal 31 PP tersebut bunyi cukup jelas, tindakan aborsi hanya dapat dilakukan apabila ada indikasi kedaruratan medis, kehamilan akibat pemerkosaan.” Tegasnya.
Walaupun telah ada prosedur Aborsi yang dilakukan harus sesuai dengan PP, Nafsiah Mboi tidak menampik penyalah gunaan PP tersebut bisa terjadi, sehingga perlu adanya pengawasan dari semua pihak agar aborsi yang dilakukan tidak semata-mata mengatas namakan PP Nomor 61 Tahun 2014. (RUN/HFA)