Sekolah Gratis Perlu Ditinjau Agar Tidak Ada Praktek “Surat Sakti”

0
950
Syamsi Sarman, S.Pd
Syamsi Sarman, S.Pd (RUN)

MBNews, Tarakan – Adanya persoalan yang terjadi pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) beberapa waktu lalu, mendapat perhatian serius dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tarakan Syamsi Sarman, S.Pd. Pasalnya pada saat PPDB Berlangsung isu yang mencuat adalah adanya memo dan praktek nepotisme untuk menitipkan calon peserta didik baru diluar jalur formal pada umumnya, agar siswa yang bersangkutan dapat diterima disekolah negeri.

Kepada MBNews Syamsi Sarman S.Pd, Minggu (31/08/2014) mengatakan, lahirnya istilah pelajar titipan lewat sistem memo dan nepotisme pada saat PPDB berlangsung merupakan sebuah bentuk distorsi pendidikan gratis yang digadang-gadang pemerintah kota selama ini, sehingga masyarakat lebih memimilih mengupayakan anaknya lewat berbagai cara agar dapat masuk disekolah negeri.

“Kuota 20 % untuk masyarakat tidak mampu masih kurang, justru dengan adanya kuota tersebut banyak masyarakat yang mampu menjadi seolah-olah tidak mampu dengan memainkan Surat Keterangan Miskin, hingga akhirnya menggunakan memo dan sebagainya demi mendapatkan pendidikan gratis disekolah Negeri dan inilah dampak dari pendidikan gratis.” Ungkap Syamsi Sarman.

Bahkan dengan tegas Syamsi memastikan, jika program sekolah gratis tidak secara benar dijalankan, maka sekolah swasta akan tutup. Oleh karenanya agar sekolah swasta tidak tutup maka seharusnya yang dilakukan dalam program sekolah gratis adalah menjalankan subsidi silang.

“Apa yang diucapkan kepala Dinas Pendidikan bahwa masyarakat enggan menyekolahkan anaknya disekolah swasta karena kualitas sekolah swasta jauh dibawah negeri tidak sepenuhnya benar, ada sekolah swasta yang berprestasi. Yang jadi persoalan adalah bayar dan tidak bayar, sehingga perlu adanya subsidi silang. Peserta didik yang mampu tetap bayar, dari pembayaran tersebut disubsidikan ke peserta didik tidak mampu, sehingga masyarakat tidak mampu tidak lagi memilih untuk harus menyekolahkan anaknya disekolah negeri.” Tegas Aktivis Pendidikan ini. (RUN/HFA)